work.// Laporan Akhir Pemberdayaan Masyarakat
PENGEMBANGAN KOMUNITAS KOMPETEN DALAM
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Nama :
Annisa Fathiatun Nabilah
NIM : L1B017004
Program Studi : Budidaya Perairan
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
PURWOKERTO
2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
penyusun panjatkan Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pengembangan
Komunitas Kompeten Dalam Pemberdayaan Masyarakat” dengan tepat waktu. Makalah ini
disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Pemberdayaan
Masyarakat.
Dalam
penulisan makalah ini penyusun tidak dapat terlepas dari
pihak-pihak yang telah
membantu. Penyusun menyampaikan
rasa hormat dan terimakasih kepada:
1. Ir. Muhammad Nuskhi,
M.Si
selaku
dosen
mata
kuliah
Pemberdayaan Masyarakat.
2. Teman-teman Jurusan Budidaya
Perairan yang telah memberikan dukungan dan semangat
Penyusun
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekeliruan dan
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran kepada semua
pihak untuk dijadikan
masukan dalam penyusunan makalah ini dan selanjutnya. Akhir kata,
penyusun mengucapkan mohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan makalah
ini
Purwokerto,
28 November 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................................................i
Kata Pengantar ..........................................................................................................................ii
Daftar Isi ..................................................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN ...............................................................................................................1
1. 1
Latar Belakang ...................................................................................................................1
1. 2
Tujuan ................................................................................................................................2
II. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ..............................................................................3
2. 1
Pengertian Pemberdayaan Masyarakat ..............................................................................3
2. 2
Sembilan Nilai Komunitas yang Baik dan Ideal ................................................................4
2. 2. 1
Setiap Anggota Masyarakat dapat Beinteraksi dengan Baik .................................4
2. 2. 2
Memiliki Otonomi ..................................................................................................5
2. 2. 3
Mempunyai Viabilitas ............................................................................................6
2. 2. 4
Mempunyai Distribusi yang Merata ......................................................................6
2. 2. 5 Berpartisipasi
Aktif dalam Mengurus Kepentingan Bersama ................................7
2. 2. 6
Komunitas yang Memberi Makna kepada Anggotanya .........................................8
2.2.7 Adanya
Heterogenitas ..............................................................................................8
2.2.8 Pelayanan
Masyarakat Ditempatkan Sedekat dan Secepat Mungkin Kepada yang Berkepentingan .........................................................................................................9
2.2.9 Manajemen
Konflik ..............................................................................................10
III. KOMUNITAS KOMPETEN ..........................................................................................11
3.1 Mampu
mengidentifikasi masalah dan kebutuhan ............................................................11
3.2 Mampu
Mencapai Kesepakatan Tentang Sasaran dengan Skala Prioritas ........................12
3.3
Mampu Menemukan Dan Menyepakati Sasaran dan Skala Prioritas yang Sudah
Disepakati .............................................................................................................13
3.4 Mampu
Kerjasama Rasional dalam Mencapai Tujuan .....................................................13
IV. PERKEMBANGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ........................................15
4.1 Dimensi Anatomik ............................................................................................................15
4.1.1 Merumuskan Kembali Tugas Pokok Pemerintah
Desa Untuk Menyeimbangkan Melayani Atasan dan Melayani Masyarakat ..........................................................15
4.1.2 Memperkuat Unsur Pelaksana Pemerintah Desa ...................................................16
4.1.3 Mengusahakan Struktur Desa dan Struktur
Pemerintahan Desa Yang Efektif ......19
4.1.4 Menata dan Mengefektifkan Hubungan Antar Desa
dan Antar Desa Dengan
lingkungannya........................................................................................................21
4.1.5 Merumuskan Kembali Tata Kerja Pemerintahan Desa ..........................................23
4.2 Dimensi
Fisiologik ............................................................................................................25
4.2.1
Penemuan Hal-Hal Baru ........................................................................................25
4.2.2 Perencanaan dan Pendampingan ............................................................................27
4.2.3 Pengorganisasiaan ..................................................................................................29
4.2.4 Motivasi .................................................................................................................30
4.2.5 Komunikasi ............................................................................................................32
4.2.6 Kontrol dan Komunikasi ........................................................................................34
4.3 Dimensi
Behavioristik .......................................................................................................36
KESIMPULAN .......................................................................................................................39
1.
Kesimpulan .........................................................................................................................39
2. Saran ...................................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................41
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pengembangan Komunitas Kompeten sangat
berpengaruh pada Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat adalah hal yang sangat lumrah dibicarakan untuk
kemajuan dan perubahan bangsa saat ini kedepan, apalagi jika dilihat dari skill
masyarakat indonesia kurang baik sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi itu
sendiri, konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian pembangunan
masyarakat (community development) dan pembangunan yang bertumpu pada
masyarakat (community based development).
Pertama-tama perlu dipahami arti dan makna
pemberdayaan dan pembangunan masyarakat, keberdayaan dalam konteks masyarakat
adalah kemampuan individu yang bersenyawa dalam masyarakat dan membangun
keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Suatu masyarakat yang sebagian besar
meliki kesehatan fisik dan mental, serta didik dan kuat inovatif,
tentunyan memiliki keberdayaan yang tinggi, sedangkan pembangunan masyarakat
adalah suatu hal yang perlu di minit untuk kemampuan masyarakat itu sendiri.
Pengembangan
masyarakat seharusnya berfokus
pada usaha pemberdayaan masyarakat pada suatu komunitas sehingga mereka
memiliki kemampuan dan kesetaraan dengan stakeholder lain. Pemberdaayaan
masyarakat bisa diartikan menjadikan masyarakat sebagai subjek pembangunan yang
selaras dengan konsep people centered development. Pemberdayaan ini bisa
terjadi pada tingkatan individu, keluarga, kelompok social maupun komunitas. Tanpa
adanya pemberdayaan, masyarakat kelas bawah atau kelompok yang lemah akan terus
tersisihkan dan tertindas tanpa tahu kapan dan bagaimana mereka bisa keluar
dari kondisi mereka yang memprihatinkan.
Dalam pemberdayaan masyarakat,
dituntut pula partisipasi masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan mulai
perencanaan sampai implementasi di lingkungan mereka tinggal. Keterlibatan
masyarakat baik secara fisik, material, maupun finansial diharapkan akan
meningkatkan rasa kebersamaan dan rasa memiliki proses dan hasil pembangunan
yang dilakukan pada masyarakat tersebut.
1.2. Tujuan
a.
Untuk mengetahui definisi pemberdayaan dan pembangunan masyarakat dari
beberapa aspek.
b.
Untuk mengetahui pentingnya komunitas kompeten dalam pemberdayaan
masyarakat.
c.
Untuk mengetahui dimensi-dimensi dalam pembangunan masyarakat.
II.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
2.1
Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan
masyarakat menurut Widjaja (2011) adalah upaya meningkatkan kemampuan dan
potensi yang dimiliki masyarakat sehingga masyarakat dapat mewujudkan jati
diri, harkat dan martabatnya secara maksimal untuk bertahan dan mengembangkan
diri secara mandiri baik dibidang ekonomi, sosial, agama dan budaya.
Pemberdayaan memiliki makna yang hampir sama dengan Pembangunan. Pembangunan masyarakat dapat didefinisikan sebagai kegiatan pengembangan
masyarakat yang diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat untuk mencapai
kondisi sosial, ekonomi, budaya yang lebih baik. Sehingga masyarakat di tempat tersebut diharapkan menjadi lebih
mandiri dengan kualitas kehidupan dan kesejahteraan yang lebih
baik (Felicia, 2013).
Menurut
Kartasasmita (dalam Martono, dkk 2017:23) pemberdayaan masyarakat adalah upaya
untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi
sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan
keterbelakangan. Priyono (dalam Ribawanto, Sumartono 2009:12) memberikan makna
pemberdayaan masyarakat sebagai upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil
dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik dalam kehidupan
keluarga, masyarakat, negara, dan lain-lain. Upaya pokok yang dilakukan adalah peningkatan
taraf pendidikan, derajat kesehatan, teknologi tepat guna (Suyatno, 2008).
Pembangunan
masyarakat merupakan diselenggarakannya atas dasar prinsip-prinsip keterpaduan,
keberlanjutan, keserasian, kemampuan sendiri kaderisasi. Program pembangunan
masyarakat yang telah berhasil merupakan titik awal untuk program berikutnya
sedangkan suatu program yang perlu diperbaiki dan dikembangkan menurut adanya
kegiatan lanjutan (Soeroso, 2008).
2.2 Sembilan Nilai Komunitas yang Baik dan
Ideal
2.2.1 Setiap
Anggota Masyarakat dapat Berinteraksi dengan Baik
Setiap
anggota masyarakat berinteraksi yang saru dengan yang lain berdasarkan hubungan
pribadi, kelompok seperti ini disebut pula kelompok primer (primary group). Menurut Anwar (2013)
kelompok primer yaitu adanya interaksi antar anggota secara pribadi dan
membuahkan hasil dari interaksi. Menurut Nawawi (2012) Hubungan tatap muka
bersama anggota masyarakat dalam asosiasi masyarakat tidak hanya memungkinkan
orang untuk saling mengenal satu sama lain yang lebih baik dalam hal pribadi,
tetapi juga memungkinkan mereka untuk memperluas perasaan positif.
Menurut Charles H. Cooleg primary
group atinya suatu kelompok dimana anggota-anggotanya mempunyai hubungan atau
interaksi yang lebih intensif dan lebih erat antara anggotanya (Sari, 2015).
Menurut Indah (2013) dalam
berinteraksi seseorang individu atau kelompok sosial sedang berusaha atau
belajar untuk memahami tindakan sosial seorang individu ataupun kelompok sosial
lain. Tindakan yang disesuaikan dengan situasi sosial saat itu tidak
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, serta individu bertindak sesuai
dengan kedudukan dalam masyarakat (Leis, 2013).
2.2.2 Memiliki Otonomi
Setiap komunitas perlu diberikan
kewenangan agar mampu untuk mengurusi kepentingannya sendiri secara
bertanggungjawab. Menurut Hidayat (2008), pemerintah dan masyarakatnya akan
memiliki hak penuh hal itu disebut juga sebagai otonomi. Komunitas yang baik
salah satunya juga harus memiliki otonomi. Otonomi berarti peraturan sendiri
atau undang-undang sendiri yang selanjutnya berkembang menjadi pemerintahan
sendiri. Dalam terminologi ilmu pemerintahan dan hukum administrasi negara,
kata otonomi ini sering dihubungkan dengan kata otonomi daerah.
Menurut Hendra (2014), kewenangan
otonomi diberikan kepada daerah ialah untuk memelihara dan mengembangkan
identitas budaya lokal. Tanpa otonomi yang luas, daerah-daerah akan kehilangan
identitas budaya lokal baik berupa adat istiadat maupun agama, seperti di Bali,
Sumatra Barat, Aceh, Maluku, Papua dan Sumatra Utara.
Masyarakat yang memiliki system
budaya, system sosial dan sejarah tertentu dalam pemukiman kecil yang mempunyai
kewenangan dan kemampuan mengurus kepentingan sendiri secara bertanggung jawab
(Meita, 2013). Komunitas yang baik salah satunya juga harus memiliki otonomi.
Pemberlakuan kebijakan Otonomi Desa juga mengundang berbagai tanggapan serta
pandangan baik itu dari pemerintah maupun masyarakat, tentang dampak ataupun
hal-hal yang ingin dicapai dari pemberlakuannya (Nadir, 2013).
2.2.3 Mempunyai Viabilitas
Memberdayakan masyarakat bermakna
merangsang masyarakat untuk mendiskusikan masalahnya serta merumuskan
pemecahannya dalam suasana kebersamaan. Tujuan utama pemberdayaan masyarakat
adalah membangun rasa percaya diri masyarakat (Setiadi dan Kolip, 2010).
Menurut Andri (2010) penyelesaian atau pemecahan masalah adalah bagian dari
proses berpikir. Sering dianggap merupakan proses paling kompleks diantara
semua fungsi kecerdasan, pemecahan masalah telah didefinisikan sebagai proses
kognitif tingkat tinggi yang memerlukan modulasi dan kontrol le
bih dari ketrampilan-ketrampilan
rutin atau dasar.
Ciri-ciri pokok dari metode problem
solving adalah sebagai berikut; (1) siwa bekerja dalam kelompok kecil, (2)
tugas yang diselesaikan adalah persoalan realistis, (3) siswa menggunakan
berbagai pendekatan jawaban dan (4) hasil dari pemecahan masalah didiskusikan
antara semua siswa (Yamin, 2009). Viabilitas atau problem solving merupakan
komunitas yang baik. Berkenaan dengan problem solving, dikenal istilah
kecakapan hidup adalah yang dimiliki sesorang untuk mampu menghadapi problema
hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan (Komalig, 2008)
2.2.4 Mempunyai Distribusi yang Merata
Setiap
orang berkesempatan yang sama dan bebas menyatakan kehendaknya (Risyanti,
2006). Pemberdayaan
sebagai menempatkan pekerja bertanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan.
Dengan demikian pemimpin memberikan kepercayaan kepada pegawai supaya pegawai
belajar bertanggung jawab atas pekerjaannya serta mengambil keputusan yang
tepat (Sedermayanti, 2010).
Dengan memahami pembangunan sebagai
perubahan struktur, maka mekanisme pembentukan modal yang benar merupakan kunci
dari pengembangan ekonomi rakyat/masyarakat (Janice, 2015). Menurut Adi (2008)
pemberdayaan sebagai suatu program, dilihat dari tahapan-tahapan kegiatan guna
mencapai suatu tujuan, yang biasanya sudah ditentukan jangka waktunya. Sebagai
suatu proses, pemberdayaan merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang
hidup seseorang (on going process) yang melihat proses pemberdayaan individu
sebagai suatu proses yang relative terus berjalan sepanjang usia manusia.
Kemandirian tentunya membutuhkan masyarakat yang mempunyai pengetahuan,
ketrampilan dan sikap untuk keluar dari permasalahan mereka (Sitepu, 2010).
2.2.5 Berpartisipasi Aktif dalam Mengurus
Kepentingan Bersama
Partisipasi masyarakat dapat
menggambarkan bagaimana terjadinya pembagian ulang kekuasaan yang adil (redistribution of power) antara penyedia
kegiatan dan juga kelompok penerima kegiatan (Isma dan Fredian, 2011). Menurut
Deviyanti (2013) Partisipasi mendorong orang untuk ikut bertanggung jawas
didalam suatu kegiatan, karena apa yang disumbangkannya adalah atas dasar
kesukarelaan sehingga timbul rasa bertanggung jawab kepada organisasi.
Partisipasi masyarakat merupakan
proses yang menyediakan kesempatan bagi individu untuk mempengaruhi keputusan
publik dan telah lama menjadi komponen dari proses pengambilan keputusan yang
demokratis (Aswanah, 2013). Menurut Firmansyah (2009) Partisipasi yang tumbuh
dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu: usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan dan lamanya tinggal.
2.2.6 Komunitas yang Memberi Makna kepada
Anggotanya
Pemberian makna kepada orang lain
lebih dikenal dengan istilah presepsi. Presepsi adalah suatu proses memberikan
makna, yang sebenarnya merupakan akar dari opini, dipengaruhi oleh pendirian
yang juga dibentuk oleh tiga faktor penentu yaitu affect, behaviour dan cognition.
Persepsi yang sudah dipengaruhi oleh pendirian selanjutnya dapat membentuk
opini (Asariansyah, 2013).
Opini berkaitan erat dengan
pendirian, sebagai salah satu ramuan pembentuk opini, pendirian mempunyai tiga
komponen pembentuk yakni, affect atau
perasaan, behaviour atau perilaku dan cognition atau pengertian atau
penalaran (Shofiyah, 2011). Manusia saling membutuhkan satu sama lain dan dari
rasa saling membutuhkan tersebut timbul hasrat untuk membentuk suatu kelompok
yang mempunyai suatu pandangan yang sama, baik pandangan berpolitik,
berkesenian atau pandangan lainnya (Turner, 2009). Menurut Mudiyanto dan
Bambang (2009) bahwa perasaan asosiasi adalah perasaan manusia yang umum. Hal
ini membantu dalam membangun perdamaian dan harmoni masyarakat. Sementara itu
arti dari komunitas itu adalah sekumpulan orang
yang saling berbagi masalah, perhatian atau kegemaran terhadap suatu topik dan
memperdalam pengetahuan serta keahlian mereka dengan saling berinteraksi secara
terus-menerus. Selain itu, pengertian komunitas ada yang mengacu pada orang
yang berdasarkan nilai-nilai dan kepentingan bersama yang khusus (Broom, 2006).
2.2.7 Adanya Heterogenitas
Menurut Ika (2013) Keanekaragaman
(heterogenitas) adalah permasalahan yang memang selalu ada dalam kehidupan ini.
Masyarakat terbentuk karena adanya perbedaan, sementara perbedaan sendiri
menjadikan kehidupan dalam bermasyarakat menjadi lebih hidup, lebih menarik dan
layak untuk diperbincangkan. Menurut Sofyan (2011) ada dua macam heterogenitas,
yaitu: Heterogenitas masyarakat berdasarkan profesi/pekerjaan, masyarakat
Indonesia yang besar ini penduduknya terdiri dari berbagai profesi seperti
pegawai negeri, tentara, dan pedagang. Heterogenitas atas dasar kelamin, di
Indonesia secara konstitusional tidak terdapat diskriminasi sosial atas dasar
kelamin. Pembangunan masyarakat yang memiliki kemampuan yang memadai untuk
memikirkan dan menentukan solusi yang terbaik dalam pembangunan tentunya tidak
selamanya harus dibimbing, diarahkan dan difasilitasi (Sulistio, 2012). Dalam
proses pemberdayaan masyarakat, adanya heterogenitas menyebabkan tingkat
pendapatan pada suatu komunitas masyarakat tidak lagi menjadi tolak ukur utama
dalam menghitung tingkat keberhasilan pembangunan (Elmubarok, 2010).
2.2.8 Pelayanan Masyarakat Ditempatkan Sedekat dan
Secepat Mungkin Kepada yang Berkepentingan
Menurut Salamah (2010) Pelayanan
merupakan tuntutan yang sangat mendasar bagi manajemen pemerintahan modern.
Masyarakat yang semakin maju embutuhkan pelayanan yang cepat, dihitung dengan
nilai ekonomis dan menjamin kepastian. Menurut Adi dan Isbandi (2008) Orientasi
pemberdayaan memang secara tegas menunjukan sesuatu target group masyarakat itu
sendiri. Disisi lain saat mungkin tejadi bahwa sasaran yang perlu diberdayakan
hanyalah bagian dari suatu masyarakat saja.
Pelayanan yang diperlukan masyarakat
pada dasarnya ada dua jenis, yaitu layanan fisik yang sifatnya pribadi sebagai
manusia dan layanan administratif yang diberikan oleh orang lain selaku anggota
organisasi masa lalu atau Negara (Fathor, 2010). Unsur umum yang akan
mempengaruhi kualitas pelayanan adalah responsiveness, rability, emphaty, dan
lai-lain (Tirtariandi, 2012).
2.2.9 Manajemen Konflik
Terdapat banyak definisi
mengenai konflik yang bisa jadi disebabkan oleh perbedaan pandangan dan setting
dimana konflik terjadi. Hal ini disebabkan karena adanya pandangan yang berbeda
mengenai apakah konflik merugikan, hal yang wajar atau justru harus diciptakan
untuk memberikan stimulus bagi pihak-pihak yang terlibat untuk saling
berkompetisi dan menemukan solusi yang terbaik (Muspawi, 2014).
Manajemen konflik merupakan
serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu
konflik, termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang
mengarah pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun
pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interest) dan
interpretasi (Siswanto, 2011). Segala yang berhubungan dengan usaha pencapaian
tujuan hampir dipastikan akan selalu berhadapan dengan berbagai pertentangan
(Lacey, 2009).
Manajemen konflik menjadi suatu
kajian yang penting untuk dipelajari dan dipahami dalam menyelesaikan potensi
atau konflik itu sendiri (Karimah, 2014). Melalui pendidikan dapat disiptakan
generasi-generasi baru yang tidak terkungkung oleh perspektif sempit yang
menyesatkan (Azis, 2009).
III.
KOMUNITAS KOMPETEN
3.1 Mampu mengidentifikasi masalah dan
kebutuhan
Masalah
merupakan kesenjangan antara harapan (das sollen) dengan kenyataan (das sein),
antara kebutuhan dengan yang tersedia, antara yang seharusnya (what should be)
dengan yang ada (what it is). Masalah berupa kesulitan yang dirasakan oleh
orang awam maupun seorang peneliti. Kesulitan ini menghalangi tercapai sebuah
tujuan baik itu tujuan individu maupun sebuah kelompok (Abdullah, 2018). Identifikasi
masalah merupakan suatu tahap permulaan dari penguasaan masalah di mana objek
dalam suatu jalinan tertentu dapat kita kenali sebagai suatu masalah.
Identifikasi berusaha mendaftar sebanyak-banyaknya pertanyaan terhadap masalah
yang terjadi yang sekiranya dapat dicari jawaban melalui penelitian (Pratiwi,
2018). Identifikasi sebagai aspek yang menjadi kelemahan tersebut dalam modal
fisik, modal teknologi, modal lingkungan dan sebagainya (Metro, 2008).
Menurut
Murray (dalam Kumalasari, 2016), kebutuhan adalah sebuah konstruk yang
menunjukkan “sebuah dorongan dalam wilayah otak” yang mengatur berbagai proses
seperti persepsi, pikiran, dan tindakan dengan maksud untuk mengubah kondisi
yang ada dan tidak memuaskan. Komunitas kompeten yaitu komunitas yang
komponen-komponen nya mampu mengidentifikasi masalah dan kebutuhan komunitas,
mampu menemukan dan menyepakati cara dan alat mencapai sasaran yang telah
disetujui bersama (Suminar et al,
2011).
3.2 Mampu Mencapai Kesepakatan Tentang
Sasaran dengan Skala Prioritas
Kata
sepakat adalah suatu syarat yang logis dalam suatu kontrak, karena dalam
kontrak setidak-tidaknya harus terdapat dua orang yang saling berhadapan dan
mempunyai kehendak untuk saling mengisi atau saling memberi. Pada dasarnya
kesepakatan dalam suatu kontrak tiada lain adalah penawaran yang diakseptir
oleh pihak lainnya dalam kontrak itu sendiri (Sukirman, 2009). Untuk memudahkan
penentuan prioritas, perlu disepakati kriteria-kriteria masalah dianggap
penting, misalnya mendesak, untuk kepentingan umum (Astuti dkk, 2008). Untuk menetapkan kualitas pelayanan ditetapkan suatu standar minimum
dan maksimum (Zubaedi, 2013). Perencanaan
kesejahteraan sosial meliputi kegiatan-kegiatan menginventarisasi sumber-sumber
daya apa saja yang telah tersedia dan yang dapat disediakan. Dalam kerangka
yang lebih luas perencanaan kesejahteraan sosial merupakan satu bentuk yang
tercakup di dalam perencanaan sosial (Admi, 2010).
Seseorang
dikatakan memberikan persetujuannya atau kesepakatannya (toestemming) jika ia
memang menghendaki apa yang disepakati. Mariam Darus Badrulzaman melukiskan
pengertian sepakat sebagai persyaratan kehendak yang disetujui (overeenstemende
wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan kehendak tersebut harus merupakan
pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya hubungan hukum (Panggabean, 2010).
Faktor yang mempengaruhi kesepakatan dalam suatu komunitas ada tiga. Pertama,
kepercayaan, kedua, persamaan pendapat dan ketiga, penyimpangan terhadap pendapat
kelompok (Faisal, 2005). Hasil analisis terhadap kesepakatan, berpengaruh
terhadap kreativitas (Widhiastuti, 2014).
3.3 Mampu
Menemukan Dan Menyepakati Sasaran dan Skala Prioritas yang Sudah Disepakati
Sasaran
(target) adalah hasil yang diharapkan dari suatu program atau keluaran yang
diharapkan dari suatu kegiatan. Konsep strategi merupakan bagian dari penetapan
target sasaran dan rencana terstruktur terkait dengan taktik yang diambil.
Sasaran merupakan langkah-langkah kearah pencapaian tujuan (Sudewo, 2011). Segala sesuatu hal yang berkaitan
dengan kerja sama dalam masyarakat atau bangsa untuk mencapai kapasitas hidup
yang lebih baik seperti modal sosial
syarat yang harus dipenuhi bagi pembangunan. Modal sosial menjadi perekat dan
pemersatu bagi setiap individu yang diwujudkan dalam bentuk norma (Theresia,
2014).
Kegiatan yang terencana dan
kolektif dapat memperbaiki kehidupan masyarakat bagi kelompok lemah atau kurang
beruntung, serta dilakukan melalui program peningkatan kapasitas (Anwas, 2013).
Mengembangkan jaringan
ekonomi kerjasama dalam mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki
kelompok ekonomi satu dengan lainnya baik dalam bidang produksi, pemasaran,
teknologi dan permodalan sebagai media
pembelajaran rakyat dalam berbagai aspek dan advokasi (Harry, 2013).
3.4 Mampu Kerjasama Rasional dalam Mencapai
Tujuan
Cooperative
Learning disebut juga berlajar dari kerjasama,
yaitu pembelajaran dengan bekerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan
menggunakan seperangkat intruksi atau perintah-perintah pada kelompok kecil,
sehingga anggota dapat menjalin kerjasama untuk mencapai suatu tujuan. (Ramadevi, 2012). Kerjasama merujuk pada
praktik seseorang atau kelompok yang lebih besar yang bekerja di khayalak
dengan tujuan atau kemungkinan metode yang disetujui bersama secara umum demi
tercapainya tujuan bersama. Kerja sama dapat sejumlah ranah bisnis, pertanian,
dan perusahaan dapat diwujudkan dalam bentuk koperasi. Banyak orang yang
mendukung kerja sama sebagai bentuk yang ideal untuk
pengelolaan urusan perorangan (Khoirunas, 2013). Kerjasama antardaerah
dapat menjadi salah satu alternatif inovasi/konsep yang didasarkan pada
pertimbangan efisiensi dan efektivitas, sinergis dan saling menguntungkan
terutama dalam bidang-bidang yang menyangkut kepentingan lintas wilayah
(Tarigan, 2009). Cooperative learning
disebut juga belajar dari kerjasama, yaitu pembelajaran dengan bekerjasama
untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunkan intruksi/perintah pada
kelompok kecil, sehingga anggota dapat menjalin kerjasama untuk mencapai tujuan
(Ramadevi, 2012). Kerjasama
merupakan sarana dan menjadi tanda dan terkait dengan kualitas kelompok sebagai
tempat berkumpulnya orang-orang dalam suatu organisasi. Dalam
membangun kerjasama kelompok diperlukan, rasa saling percaya, keterbukaan atau
transparasi, realisas atau perwujudan diri dan saling ketergantungan
(Setiyanti, 2012).
IV.
PERKEMBANGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
4.1 Dimensi
Anatomik
Menyangkut struktur dan restrukturisasi masyarakat desa.
4.1.1 Merumuskan Kembali Tugas Pokok Pemerintah
Desa Untuk Menyeimbangkan Melayani Atasan dan Melayani Masyarakat.
Tugas pemerintah menurut Kaufman dalam Thoha
adalah untuk melayani dan mengatur masyarakat (Saparin, 2009). Tugas pelayanan lebih menekankan upaya
mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu
proses pelaksanaan urusan publik, dan memberikan kepuasan kepada publik,
sedangkan tugas mengatur lebih menekankan kekuasaan atau power yang
melekat pada posisi jabatan birokrasi (Thoha, 2011).
Menurut Ikhsan
(2017) hakekat dari tugas pokok
pemerintahan dapat diringkas menjadi tiga fungsi yang hakiki, yaitu: Pelayanan
(service), Pemberdayaan (empowerment), dan Pembangunan (development).
Pelayanan akan membuahkan keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan akan
mendorong kemandirian dalam masyarakat dan pembangunan akan menciptakan
kemakmuran dalam masyarakat (Pahlevi, 2017).
Dalam PERMENDES, (2015) secara
eksplisit Pasal 26 ayat (1) mengatur empat tugas utama Kepala Desa yaitu: (i)
Menyelenggarakan pemerintahan desa, (ii) Melaksanakan pembangunan desa, (iii)
Melaksanakan pembinaan masyarakat desa; dan, (iv) Memberdayakan masyarakat
desa. Dengan tugas yang diberikan, Kepala Desa diharapkan bisa membawa desa ke
arah yang diharapkan oleh UU ini. Kepala Desa bertugas menyelenggarakan
pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan
desa, dan pemberdayaan masyarakat desa (PERMENDES, 2015).
Selain
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Desa mempunyai kewajiban
untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada
Bupati/Walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD,
serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada
masyarakat (UU Desa No.6 2014).
4.1.2 Memperkuat Unsur Pelaksana Pemerintah Desa
Kepala Desa merupakan
representasi pemerintah desa. Ia menjadi aktor penting dalam pembangunan desa.
Oleh karena itu, tugas, wewenang dan tanggungjawab Kepala Desa diatur secara
detail dalam UU Desa. Kepala Desa harus mengakar dengan masyarakat, melindungi,
mengayomi, dan melayani masyarakat. Tugas Kepala Desa bukan sekadar
menyelenggarakan pemerintahan desa, tetapi ia juga melakukan pemberdayaan
kepada masyarakat desa (Thoha, 2011). Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas
mengarahkan pemerintah daerah, dan dalam hal ini pemerintah desa untuk
mengembangkan dan meningkatan kerangka kerja pemerintahan secara keseluruhan
guna memenuhi tuntutan tugas dan kewenangan yang diberikan (Saparin,
2009)
Menurut (Soeharto 2012), pemerintah
desa dan Badan Permusyawaratan Desa nantinya akan bekerja secara bersama-sama
untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam upaya mengatur serta mengurus
kepentingan masyarakat setempatnya yang berdasarkan pada asal usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Masing-masing desa memiliki struktur atau susunan
organisasi yang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada kebutuhan serta keadaan
dari masing-masing desa (Siswadi, Edi. 2012).
Pengembangan dan peningkatan kapasitas dalam
Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas mengacu kepada
kebutuhan akan; penyesuaian kebijakan-kebijakan dan peraturanperaturan,
reformasi kelembagaan, modifikasi prosedur-prosedur kerja dan
mekanisme-mekanisme koordinasi, peningkatkan keterampilan dan kualifikasi
sumber daya manusia, perubahan sistem nilai dan sikap atau perilaku sedemikian
rupa, sehingga dapat terpenuhinya tuntutan dan kebutuhan otonomi daerah,
sebagai suatu cara pendekatan baru ke arah pemerintahan, pengadministrasian dan
pengembangan mekanisme-mekanisme partisipatif yang tepat guna memenuhi tuntutan
yang lebih demokratis (Pahlevi, 2017).
Pemerintah desa berkewajiban melaksanakan
tugas-tugas pemerintahan sesuai dengan kewenangannya. Dalam Undang-undang nomor
6 tahun 2014 pasal 18 disebutkan bahwa Kewenangan Desa meliputi kewenangan di
bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa (UU Desa No.6 2014).
Untuk melaksanakan tugas-tugas ini diperlukan susunan organisasi dan perangkat
desa yang memadai agar mampu menyelenggarakan pemerintahan dengan baik. Dengan demikian
susunan organisasi pemerintah desa yang ada saat ini perlu dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan dalam upaya melaksanakan amanat Undang-undang Desa (UU Desa
No.6 2014).
Salah satu faktor belum optimalnya
penyelenggaraan pemerintahan desa disebabkan oleh kapasitas perangkat desa yang
kurang memadai (Nurcholis, Hanif. 2008). Dibandingkang dengan beban tugas,
luas wilayah dan ketrampilan yang mereka miliki masih sangat terbatas sebagai
akibat minimnya pembinaan, penataran dan dan diklat teknis untuk meningkatkan
kemampuan perangkat desa. Potret perangkat desa menunjukkan profesionalisme
rendah, kurang kreatif dan inovatif, serta masih banyak potret negatif lainnya
yang intinya menunjukkan bahwa perangkat desa masih lemah (Sujardi.
2012).
4.1.3 Mengusahakan
Struktur Desa dan Struktur Pemerintahan Desa Yang Efektif
Struktur
organisasi Pemerintah Desa harus disesuaikan dengan kewenangan dan beban tugas
yang harus dilaksanakan. Menurut Asnawi Rewansyah (2011) ada 5 (lima) fungsi utama pemerintah yaitu: (1)
Fungsi pengaturan/regulasi, (2) Fungsi pelayanan kepada masyarakat, (3) Fungsi
pemberdayaan masyarakat, (4) Fungsi pengelolaan asset/kekayaan dan (5) Fungsi
pengamanan dan perlindungan. Dengan demikian tugas dan wewenang pemerintah desa
cukup luas sehingga membutuhkan susunan organisasi dan jumlah perangkat desa
yang memadai agar mampu melaksanakan tugas dan wewenang tersebut dengan baik
dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat (Siswadi, Edi. 2012).
Dalam
(Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014 pasal 61) disebutkan bahwa Perangkat
Desa terdiri atas; Sekretariat Desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana
teknis. Perangkat Desa berkedudukan sebagai unsur pembantu kepala Desa.
Selanjutnya pasal 62 menyebutkan bahwa Sekretariat Desa dipimpin oleh sekretaris
Desa dibantu oleh unsur staf sekretariat yang bertugas membantu kepala Desa
dalam bidang administrasi pemerintahan (UU Desa No.6 2014).
Kepala
desa memiliki fungsi sebagai (1) kepala desa sebagai pengambil kebijakan dan
(2) kepala pemerintah atau administrator. Untuk membantu tugas Kepala Desa
dalam melaksanakan fungsi administrator maka Dibutuhkan Sekretaris Desa yang
dibantu Kepala Urusan. Dalam menentukan bidang urusan bisa kita analisis
berdasarkan fungsi manajemen dan kewenangan Kepala Desa (Thaha, Rasyid. 2012).
Menurut
Sedarmayanti (2010) untuk mendukung pelaksanaan tugas pemerintahan dan
pembangunan desa secara maksimal dibutuhkan perencanaan yang matang, yang
meliputi tugas pengumpulan data, pengolahan, penyusunan program, evaluasi dan
pelaporan. Pekerjaan ini cukup luas karena menyangkut berbagai aspek yang ada
di desa, maka dibutuhkan seorang Kepala Urusan Perencanaan. Dengan demikian
pada sekretariat dibutuhkan minimal 3 (tiga) Kepala Urusan yaitu Urusan Tata
Usaha, Urusan Keuangan, dan Urusan Perencanaan.
Dalam Saparin, (2009) guna melaksanakan tugas sesuai
kewenangan Kepala Desa dalam; membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat
Desa, mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa, serta mengembangkan kehidupan
sosial budaya masyarakat Desa diperlukan seorang Kepala Seksi Kesejahteraan dan
Pemberdayaan Masyarakat (Sedarmayanti. 2010).
Pusaka
Indonesia, (2008) mengatakan, kepala
Seksi Pemerintahan yang selama ini di beberapa wilayah merangkap Kepala Seksi
Pembangunan, karena tugas pemerintah berdasarkan Undang-undang Desa yang cukup
luas/berat maka sekarang ini harus dipisahkan. Dengan demikian dalam
melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan Kepala Desa perlu dibantu oleh
3 (tiga) orang Kepala Seksi yaitu Seksi Pemerintahan, Seksi Pembangunan, dan
Seksi Kesejahteraan dan Pemberdayaan Masyarakat (Nurcholis, Hanif. 2008).
4.1.4 Menata
dan Mengefektifkan Hubungan Antar Desa dan Antar Desa Dengan Lingkungan
Menurut (Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah
pada tahun 2008), melaksanakan Kajian Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Desa
dengan kesimpulan, bahwa: belum semua desa menyusun dokumen dokumen
perencanaan; penerimaan keuangan desa masih sangat bergantung dari transfer
pemerintah yang ada di atasnya; kapasitas aparatur desa dalam penyusunan
kebijaksanaan desa masih sangat rendah; pembuatan keputusan oleh kepala desa
belum berdasar pada azas manajemen modern; dan dalam penyelenggaraan pelayanan
publik, pemerintahan desa menghadapi keterbatasan kapasitas manajemen
administratif (Nurcholis, Hanif. 2011).
Pudjiwati, S. (2008) mengatakan persepsi perangkat desa terhadap
kemampuan teknis administrasi desa cukup baik pada dasarnya dapat dipahami.
Karena perangkat desa rata-rata sudah lebih dari 10 (sepuluh) tahun
melaksanakan berbagai rangkaian kegiatan pemerintahan desa. Namun demikian
kemampuan teknis tersebut kurang ditunjang dengan pengetahuan perangkat desa
melalui diklat/kursus yang mampu meningkatkan kemampuan teknisnya. Berbagai regulasi
kebijakan desa telah diambil, baik oleh pemerintah, pemerintah provinsi maupun
pemerintah kabupaten akan berpengaruh terhadap kemampuan teknis perangkat desa
(Pusaka Indonesia.2008).
Namun demikian kondisi ini kurang diantisipsi
oleh pemerintah daerah. Berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan kompetensi,
seperti diklat/kursus yang seharusnya diberikan kepada perangkat desa ternyata
belum dilaksanakan (Rustiadi, dkk. 2009).
Fungsi Kepemimpinan kepala desa dimaksud
adalah kemampuan kepala desa dalam mempengaruhi perilaku aparat desa sehingga
mereka terdorong untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan, pemberdayaan dan
pembangunan masyarakat desa. Salah satu tugas dari perangkat desa yaitu
melesatrikan lingkungan hidup dalam masyarakat (Saparin.
2009).
Dalama Soetomo,
(2008) ruang
lingkup pengaturan Hak Masyarakat Desa diatur yang dalam pasal 68 berkaitan
dengan hak untuk meminta dan mendapatkan informasi, memperoleh pelayanan,
menyampaikan aspirasi, memilih dan dipilih, dan mendapatkan pengayoman dan
perlindungan dari gangguan ketenteraman dan ketertiban. Pengaturan hak dan
kewajiban masyarakat desa ini telah memperkuat peran masyarakat desa sebagai
subjek pembangunan di wilayahnya sendiri, sehingga diharapkan pengaturan ini
membuka ruang bagi masyarakat untuk bersifat aktif dalam pembangunan di
wilayahnya. Pengaturan ini juga akan membangun kesetaraan dalam memperoleh
pelayanan dan hak politik (Sipahelut, M. 2010).
4.1.5 Merumuskan
Kembali Tata Kerja Pemerintahan Desa
Dalam (UU Desa No.6 2014), Penataan Desa sebagaimana dimaksud merupakan
proses-proses pembentukan, penghapusan, penggabungan, perubahan status dan
penetapan Desa. Meskipun secara substansi hal ini pernah diatur dalam UU yang
mengatur tentang desa yang berlaku sebelumnya, namun penggunaan istilah
“penataan” baru muncul pada UU Desa ini. Penataan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berdasarkan hasil evaluasi tingkat perkembangan Pemerintahan Desa
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang Desa
memperjelas asas penyelenggaraan pemerintahan Desa yang menjadi prinsip/nilai
dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan Desa. Asas itu dijelaskan dalam pasal
berbeda yang terdapat dalam Bab V tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
(PERMENDES, 2015). Banyaknya pasal yang mengatur tentang pemerintah Desa dapat
dipahami karena pemerintah Desa menjadi representasi penyelenggara urusan
pemerintahan (top-down) sekaligus menjembatani
kepentingan masyarakat setempat (bottom up) (Sedarmayanti.
2010).
Perananan pemerintah desa
dalam melaksankan Good Governance adalah pelaksanaan dari tugas, fungsi,
kewenangan, hak, dan kewajiban yang dimiliki pemerintah desa dalam hal
perencanaan,pelaksanaan pembangunan di desa, khususnya yang berkaitan dengan
tata kelola kepemerintahan desa (Soetomo. 2008). Dalam rangka
membangun good governance,dalam era reformasi sekarang ini
mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) menjadi sesuatu hal yang
tidak dapat ditawar lagi keberadaanya dan mutlak terpenuhi. Prinsip-prinsip
pemerintahan yang baik meliputi antara lain : (1) akuntabilitas
(accountability) yang di artikan sebagai kewajiban untuk mempertanggung
jawabkan kinerjanya; (2) keterbukaan dan transparansi (openness and
transparency) dalam arti masyarakat tidak hanya dapat mengakses suatu kebijakan
tetepi juga ikut berperan dalam proses perumusannya; (4) partisipasi masyarakat
dalam berbagai kegiatan pemerintahan umum dan pembangunan (Soetomo.
2008).
Pada umumnya good governance dengan pemerintahan yang
bersih. Disini diajukan suatu pemikiran awal, tentang good governance sebagai
paradigma baru administrasi / manajemen pembangunan. Good Governance adalah
suatu bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut administrasi pembangunan.
Administrasi Pembangunan / Manajemen Pembangunan menempatkan peran pemerintah
sentral (Sedarmayanti. 2010).
Dalam Sujardi (2012), pemerintah menjadi agent of change
dari suatu masyarakat berkembang dalam negara berkembang. Dalam Good Governance
tidak lagi pemerintah, tetapi juga citizen, masyarakat dan terutama sektor
usaha/swasta yang berperan dalam governace. Jadi ada penyelenggara pemerintah,
penyelenggara swasta, bahkan oleh organisasi masyarakat (LSM misalnya). Menurut
Siswadi, Edi (2012) hal
itu terjadi karena perubahan paradigma pembangunan dengan peninjauan ulang
peran pemerintah dalam pembangunan, yang semula bertindak sebagai regulator dan
pelaku pasar. Menjadi bagaimana menciptakan iklim yang konduktif dan melakukan
investasi prasarana yang mendukung dunia usaha Thaha, (Rasyid. 2012).
4.2 Dimensi Fisiologik
4.2.1 Penemuan
hal-hal baru
Dalam (Undang-Undang
No 6/2014) tentang Desa, selanjutnya disebut UU Desa, memberikan kewenangan
berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal skala desa, di samping
meningkatkan kapasitas finansial Desa melalui, Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana
Desa (ADD). Lewat kewenangan dan anggaran, desa meningkat kemampuannya untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat secara efektif guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa (Pusaka
Indonesia, 2008).
Namun demikian, disadari
bahwa kapasitas Desa dalam menyelenggarakan pembangunan dalam perspektif “Desa
Membangun”, masih terbatas. Menurut Prasetyo, Eko P. (2010), keterbatasan itu
dapat dideteksi pada aras pelaku (kapasitas aparat pemerintah desa dan
masyarakat), kualitas tata kelola desa, maupun sitem pendukung (support sistem) yang mewujud melalui regulasi
dan kebijakan pemerintah yang terkait dengan desa . Hal itu, pada akhirnya
mengakibatkan kualitas perencanaan, pelaksanaan, pengedalian, dan pemanfaatan
kegiatan pembangunan kurang optimal, sehingga kurang memberikan dampak terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat desa (Rustiadi, 2009).
Dalam PERMENDES (2015),
Pemerintah desa (Pemdes) harusnya mengadakan terobosan dengan mengadakan
pembentukan komunitas-komunitas bercocok tanam yang produktif dan penghasil
tanaman atau sesuatu bernilai jual beli tinggi semisal Komunitas Petani Bunga
Mawar dan Melati, atau bunga jenis lainnya. Yang bisa bunga-bunga
tersebut diperjual belikan dipusat kota/kabupaten atau bahkan diluar kota
atau kerja sama dengan Pemdes dengan perusahaan bunga diluar daerah melaui
pemerintah daerah dengan harga menyesuaikan sesuai harga pasar atau jenis
komunitas petani lainnya Nurcholis, (Hanif.
2011).
Pemdes harus tegas dengan
memberlakuan hari Kebersihan Desa, yang misalnya diadakan setiap rutin hari
Jum’at. kebetulan hari Jum’at kan aktifitas masyarkat desa sedikit, perlu
siapa yang pekarangan rumahnya bersih dapat diberikan piagam penghargaan
atau semacam bonus lainnya yang itu penilaiannya mengundang unsur
Inspektorat Daerah (ITDA) Kabupaten sebagai juri atau lembaga lainnya yang bisa
diikutsertakan sebagai dewan juri (Isbandi, Rukminto Adi.
2008). Agar
jauh dari yang namanya kekacauan dan bagaimana pembangunan desa harus melalui
pembangunan mental masyarakatnya agar berani kreatif dan berbuat demi kemajuan
desanya secara bersama-sama (Mufizar, dkk, 2012).
Banyak institusi atau
lembaga penopang demokrasi muncul di tengah masyarakat dalam bentuk
kelompok-kelompok petani, pemakai air, kepemudaan, perempuan, pembinaan anak
usia dini, peduli lingkungan, lembaga permusyawaratan masyarakat, dan lain-lain
(Irawati, 2013).
Kemunculan institusi atau
lembaga-lembaga ini menunjukan bergersernya formasi bentuk pemerintahan yang
sentralistik menuju kekuatan yang semakin mendekat dengan warga (Desa). Warga
mulai bersemangat dalam memberikan aspirasi dan bertanggung jawab atas
kehidupan di wilayah mereka Ibrahim, (Surotinojo.
2009).
4.2.2 Perencanaan dan Pendampingan
Menurut Huraerah,
A. (2008), pembangunan pedesaan
merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, merupakan usaha
peningkatan kualitas sumberdaya manusia pedesaan dan masyarakat secara
keseluruhan yang dilakukan secara berkelanjutan berdasarkan pada potensi dan
kemampuan pedesaan. Dalam pelaksanaannya, pembangunan pedesaan seharusnya
mengacu pada pencapaian tujuan pembangunan yaitu mewujudkan kehidupan
masyarakat pedesaan yang mandiri, maju, sejahtera, dan berkeadilan. Pendamping Desa (PD) dan Pendamping Lokal Desa (PLD)
harus bersinergi dengan seluruh potensi yang ada di desa, entah itu Kepala
Desa, perangkat desa, tim pengelolah kegiatan hingga masyarakat secara umum (Ibrahim,
Surotinojo. 2009).
Keberadaan
pendamping desa, harus bergerak cepat dalam membangun strategi dalam menuntaskan
kemiskinan dan mengurangi kesenjangan sosial, tentunya sasaran adalah
pembangunan fisik, dan sarana prasarana desa dengan tujuan membuka
seluas-luasnya terhadap pembanguan desa (Hendri ,2009). Keberadaan
pendamping desa, dibentuk guna menyelenggarakan urusan pemerintah dan
kepentingan masyarakat desa setempat. Peraturan Menteri Desa Nomor 3 Tahun 2015
tentang Pendamping Desa bahwa pendamping desa adalah bertugas mendampingi desa
dalam penyelenggaraan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa
(PERMENDES, 2015).
Terbentuknya
pendamping desa merupakan hasil dari reformasi sebagai upaya dari perwujudan
demokrasi ditingkat desa (Byadgi, S, 2011). Pendamping desa mempunyai pengaruh
yang sangat penting dalam pemerintahan desa yaitu menggali, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pembangunan kawasan pedesaan secara
partisipatif serta peningkatan kapasitas bagi pemerintah desa, lembaga
kemasyarakatan desa dalam hal pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Sehingga
ditingkat menjadi tumpuan harapan masyarakat terhadap program-program yang akan
dilaksanakan oleh pemerintah, khususnya bagi kesejahteraan masyarakat dan
pembangunan desa sendiri (Dewi sawitri, 2008).
Kerjasama
antara pendamping desa, dan pemerintah desa dengan melakukan perbaikan
infrastruktur jalan dan penerangan yang setiap pergantian musim selalu
mengalami kerusakan. Selain itu juga, kesadaran pendidikan masyarakat di desa
tersebut (Arifianto, S. 2011). Dalam meningkatkan kinerja
pendampingan tercermin dari komitmen, tanggung jawab dan keterampilan untuk
mewujudkan tatakelola desa yang mampu mendorong kemandirian pemerintah desa dan
masyarakat melalui pendekatan partisipatif (Ardika, Gede Tusan, 2011).
4.2.3 Pengorganisasian
Pemerintah Desa merupakan
lembaga perpanjangan pemerintah pusat yang memiliki peran strategi untuk
mengatur masyarakat yang ada di perdesaan demi mewujudkan pembangunan
pemerintah. Berdasarkan perannya tersebut, maka diterbitkanlah
peraturan-peraturan atau undang-undang yang berkaitan dengan pemerintahan desa
yang mengatur pemerintahan Desa, sehingga roda pemerintahan berjalan dengan
optimal (Hendri
,2009)..
Mc.
Millan Wayne (1947) mengatakan bahwa community organizing dalam pengertian umum
adalah suatu usaha yang ditujukan untuk membantu kelompok-kelompok dalam
mencapai kesatuan tujuan dan tindakan. Hal ini merupakan praktek yang tujuannya
adalah untuk mencapai sumber-sumber daya yang dibutuhkan oleh dua atau lebih
kelompok-kelompok yang ada. G. Ross Murray dalam
Siswadi, Edi (2012), juga mengatakan bahwa community organizing ialah suatu
proses dengan mana suatu masyarakat menemukan kebutuhan-kebutuhan dan tujuannya
adalah untuk menciptakan teoritis diantara kebutuhan-kebutuhan, juga menemukan
sumber-sumber baik sumber informal (dari masyarakat sendiri) maupun sumber
eksternal (dari luar masyarakat) agar masyarakat dapat meningkatkan dan
mengembangkan sikap-sikap dan praktek-praktek cooperative didalam masyarakat (Soetomo,
2008).
Pendidikan
yang merupakan proses penyadaran, ialah suatu pokok determinasi dalam proses
gerakan sosial. Suatu kesadaran kritis terhadap realitas sangat dibutuhkan
sebagai dasar sejarah atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat (Ikhsan,
A.M, 2017). Maka oleh karena
itu, pendidikan yang membebaskan dan melahirkan kesadaran kritis pada
masyarakat ialah pokok kekuatan dari proses pengorganisasian masyarakat (Mangkuprawira, 2008).
Menurut
Ross Murray, pengertian pengorganisasian masyarakat adalah suatu proses dimana
masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dan menentukan prioritas
dari kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan mengembangkan keyakinan untuk berusaha
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang sesuai dengan skala prioritas berdasarkan
atas sumber-sumber yang ada dalam masyarakat sendiri maupun yang berasal dari
luar dengan usaha secara gotong royong (Dewi sawitri.
2008).
4.2.4 Motivasi
Motivasi merupakan satu
penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu
tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk
menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup (Huraerah,
A, 2008).
Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan.
Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk
memperoleh kesuksesan dalam kehidupan (Pahlevi, R., 2017).
Penyuluhan sebagai pendidikan nonformal yang
ditujukan untuk petani dan keluarganya, berperan penting dalam
revitalisasi pembangunan pertanian. Perpres No.7 tahun 2005
tentang rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2004-2009
Bidang Pertanian (Bab 19), menyatakan bahwa lembaga pendukung
petani, terutama lembaga penyuluhan pertanian sudah kurang berfungsi sehingga
menurunkan efektivitas pembinaan, dukungan dan diseminasi teknologi dalam
rangka meningkatkan penerapan teknologi dan efi siensi usaha petani, karena
itu, penguatannya diarahkan kepada pendampingan petani, termasuk peternak (Zamhariri,
2008).
Menurut Pudjiwati, S (2008), memberdayakan
berarti memberi daya kepada yang tidak berdaya dan atau mengembangkan daya yang
sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi masyarakat yang bersangkutan.
Margono Slamet (2000) menekankan esensi penyuluhan sebagai kegiatan
pemberdayaan masyarakat yang telah mulai lazim digunakan oleh banyak pihak
sejak Program Pengentasan Kemiskinan pada awal dasawarsa 1990-an. Penyuluhan
pembangunan sebagai proses pemberdayaan masyarakat, memiliki tujuan utama yang
tidak terbatas pada terciptanya “better-farming, better business,
dan better living, tetapi untuk memfasilitasi masyarakat
(sasaran) untuk mengadopsi strategi produksi dan pemasaran agar mempercepat
terjadinya perubahan-perubahan kondisi sosial, politik dan ekonomi sehingga
mereka dapat (dalam jangka panjang) meningkatkan taraf hidup pribadi dan
masyarakatnya (Henselin, 2008).
Pendekatan Kelompok digunakan untuk menyampaikan pesan
kepada kelompok. Metode ini sesuai dengan keadaan dan norma sosial dari
masyarakat pedesaan Indonesia seperti hidup berkelompok, bergotong-royong dan
berjiwa musyawarah (Dewi
sawitri. 2008). Metode ini dapat meningkatkan tahapan minat dan
perhatian ke tahapan evaluasi dan mencoba menerapkan rekomendasi yang
dianjurkan. Hasil survey membuktikan bahwa metode kelompok ini memberikan
pengaruh 25% terhadap semua metode. Contoh metode ini adalah pertemuan,
demonstrasi, karyawisata, pameran, perlombaan, diskusi kelompok, kursus dll
(Hendri, 2009).
4.2.5 Komunikasi
Komunikasi bagi pembangunan adalah sebuah
desain dan penggunaan yang sistematik dari aktifitas partisipatif, pendekatan
komunikasi, metode dan media untuk berbagi informasi dan pengetahuan diantara
para pihak dalam sebuah proses pembangunan untuk memastikan saling pengertian
dan konsensus yang mengarah pada pelaksanaan kegiatan (Arifianto,
2011). Komunikasi menjadi
penting karena keberhasilan dalam setiap tahap pemberdayaan masyarakat
bergantung pada pengelolaan metode dan teknik komunikasi yang digunakan dalam
menyampaikan informasi dan pengetahuan pada masyarakat (Ismawati, 2012).
Proses interaksi seluruh pemangku
kepentingan pembangunan (yang terdiri dari aparat pemerintah, tokoh masyarakat,
pekerja social, aktivitas LSM, perorangan atau kelompok/organisasi social)
untuk tumbuhnya kesadaran,
kemauan, dan kemampuan menggerakkan dan mengembangkan partisipasi pada mereka
dalam proses perubahan terencana, demi perbaikan mutu hidup segenap
warga masyarakat secara berkesinambungan melalui optimalisasi sumber daya yang
dimanfaatkan, dengan menerapkan teknologi atau inovasi yang sudah terpilih (Jumrana,
2012).
Salah satu peran dalam perspektif komunikasi
dalam pemberdayaan masyarakat adalah opinion leader, opinion leader dapat
berasal dari tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, pimpinan formal di
suatu daerah, dan juga fasilitator. Dalam menjalankan perannya, seringkali
terjadi kesenjangan antara peran yang dilaksanakan opinion leader dengan
peran yang diharapkan oleh masyarakat (Jumrana, 2011). Lebih lanjut Pudjiwati, (2008), mengatakan bahwa kesenjangan ini
mempengaruhi proses belajar bersama masyarakat dan penerimaan informasi oleh
masyarakat .
Penelitian-penelitian
mengenai pemberdayaan masyarakat terdahulu lebih banyak melakukan kajian dalam
aspek kinerja, kelembagaan sosial, peningkatan taraf hidup, kepastian hukum,
dan pembangunan fisik (Prasetyo, 2010). Hingga saat ini, pemberdayaan
masyarakat dalam perspektif komunikasi masih kurang diteliti. Penelitian
Widarti (2008) misalnya yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
kelembagaan masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat, tidak memasukkan
indikator komunikasi sebagai faktor penentu (Sipahelut, 2010).
4.2.6 Kontrol dan Komunikasi
Maria Ahdiati dalam (Ibrahim, 2009) mengemukakan, dalam mengaktifkan peran
serta masyarakat dapat diartikan sebagai upaya ekspansi dari aset dan kapasitas
masyarakat untuk dapat lebih berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi,
mengkontrol kebijakan dan membangun akuntabilitas institusi-institusi publik
yang mempengaruhi kehidupan masyarakat (Ibrahim, 2009).
Dilihat dari sisi dimensinya,
pemberdayaan publik ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) dimensi yaitu pertama
upaya memperluas kekuatan sosial, termasuk di dalamnya upaya memberikan akses
kepada basis-basis produksi yang berpengaruh pada kesejahteraan publik, kedua
upaya memperkuat kekuatan politik, termasuk di dalamnya upaya menciptakan akses
publik untuk mempengaruhi proses penyusunan kebijakan. Ketiga Upaya memperluas
kekuatan psikologis publik, termasuk di dalamnya upaya untuk meningkatkan rasa
percaya diri dan potensi yang ada dalam kelompok-kelompok masyarakat untuk
berkembang (Byadgi, 2011).
Hal
yang terpenting dalam evamon, baik pakai DLA maupun yang lain adalah adanya
patokan-patokan hasil dari tiap tahap dengan menggunakan berbagai rasio untuk
indikatornya. Misalnya, untuk pengembangan UKM, perlu dilihat rasio kecukupan
modal, rasio modal dengan laba, dan berbagai rasio lainnya (Irawati,
2013). Pengamatan ini dilakukan
sebelum program dilakukan (sekaligus proses need assessment}, pada
setiap tahap waktu secara periodik, misalnya mingguan, bulanan, kwartalan, dsb,
serta pada akhir implementasi program (Irawati, 2013)..
Hal
penting yang lain pada tiap tahap evamon adalah proses tersebut dilaksanakan
secara partisipatif. Penilaian oleh sasaran program, dalam hal ini masyarakat (community)
dan juga oleh pelaksana program akan memberikan keterbukaan penilaian
performance sehingga hasil evamon menjadi tolok ukur bersama untuk menjalankan
(Henselin,
2008).
Penilaian (Evaluasi) merupakan tahapan yang
berkaitan erat dengan kegiatan monitoring, karena kegiatan evaluasi dapat
menggunakan data yang disediakan melalui kegiatan monitoring (Janice,
2015). Dalam merencanakan suatu
kegiatan hendaknya evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan, sehingga
dapat dikatakan sebagai kegiatan yang lengkap. Evaluasi diarahkan untuk
mengendalikan dan mengontrol ketercapaian tujuan. Evaluasi berhubungan dengan
hasil informasi tentang nilai serta memberikan gambaran tentang manfaat suatu
kebijakan (Pahlevi, R., 2017).
Kontrol Perwakilan masyarakat di parlemen
sesuai dengan salah satu tupoksinya, saat ini masih dirasakan kurang mampu
mewakili aspirasi masyarakat, terlebih dengan banyaknya kasus dan penyimpangan
di dalam tubuh parlemen itu sendiri, menjadikan masyarakat perlu secara aktif
melakukan kontrol publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang ada (Nurcholis,
Hanif. 2011).
Mengingat pentingnya peran
masyarakat dalam mengawasi jalannya pemerintahan daerah, maka masyarakat
memerlukan adanya jaminan dan kepastian terhadap peran tersebut secara hukum.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 dinyatakan bahwa masyarakat dapat
secara bebas berpendapat dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan ataupun lisan
merupakan landasan pentingnya masyarakat berperan dalam memberikan pandangan
terhadap penyelenggaraaan pemerintahan (Nurcholis, 2008).
4. 3. Dimensi Behavioristik
Hubungan antar-kelompok, baik yang berbentuk hubungan
antar-ras, antar-etnik, antar-agama, antar-generasi, antar-jenis kelamin,
antara penyandang cacat mental atau fisik dengan mereka yang sehat jasmani atau
rohani, ataupun antara orang-orang konformis dengan para penyimpang, sering
melibatkan gerkan sosial, baik yang diprakarsai oleh pihak-pihak yang
menginginkan perubahan maupun oleh pihak-pihak yang mempertahankan keadaan (Adi, 2008).
Menurut
Ibrahim (2009), dalam hubungan antar kelompok juga terdapat berbagai macam
dimensi, di antaranya adalah dimensi demografi, dimensi sikap, dimensi
institusi, dimensi gerakan sosial, dan dimensi tipe utama hubungan
antarkelompok. Namun, kita akan membatasi bahasan pada empat dari enam dimensi
yang telah dikemukakan, yaitu dimensi sejarah, dimensi sikap, dimensi
institusi, dan dimensi gerakan sosial.
Menurut
(Prasetyo, 2010), gerakan sosial merupakan suatu aliansi
sosial sejumlah besar orang yang berserikat untuk mendorong ataupun menghambat
suatu segi perubahan sosial dalam suatu masyarakat. Gerakan sosial merupakan
salah salah satu bentuk perilaku kolektif, tetapi berbeda dengan perilaku
kolektif pada umumnya. Pada gerakan sosial ditemukan adanya “tujuan dan
kepentingan bersama”. Pada perilaku kolektif pada umumnya, setelah para
supporter sepak bola itu merusak stadion dan mobil-mobil yang diparkir, stasiun
kereta api, atau fasilitas umum lainnya, karena tidak mempunyai tujuan dan
kepentingan bersama, kemudian berhenti begitu saja (Prasetyo, 2010).
Salah
satu indicator jarak sosial adalah perilaku menjauhi orang-orang dari kelompok
tertentu. Pernikahan antar etnis akan menunjukkan jarak sosial tertentu di
antara kelompok etnis yang bersangkutan, karena pernikahan tidak saja akan
menyatukan seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang berbeda etnis itu,
melainkan juga para kerabatnya (Pudjiwati, 2008).
Kesediaan
orang tua menerima menantu dari etnis lain menunjukkan tidak adanya jarak
sosial yang jauh. Bandingkan dengan perilaku endogamy pada beberapa kelompok.
Demikian juga perilaku berteman di antara orang-orang yang berbeda etnis atau
berbeda agama atau kategori yang lain (Mufizar, 2012)
Organisasi
merupakan suatu perkumpulan orang yang memiliki tujuan bersama untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya (Thoha, 2011).. Organisasi berbeda dari sekedar
sekumpulan orang karena mempunyai tujuan spesifik dan memiliki struktur yang
lebih formal, terbentuk bilamana beberapa orang bergabung, menjalankan dan
mengkoordinasikan tugas dan tanggung jawab untuk tujuan tertentu. Dapat dikatakan
pula bahwa organisasi sebagai usaha mendapatkan sumber daya dan
memanfaatkannya, diharapkan dengan cara yang efisien, untuk menghasilkan
keluaran berupa barang dan jasa (Wirawan. 2010).
KESIMPULAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasl pembahasan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa:
a.
Pemberdayaan masyarakat
adalah upaya meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki masyarakat
sehingga masyarakat dapat mewujudkan jati diri, harkat dan martabatnya secara
maksimal untuk bertahan dan mengembangkan diri secara mandiri baik dibidang
ekonomi, sosial, agama dan budaya. Pembangunan masyarakat adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang diarahkan untuk
memperbesar akses masyarakat untuk mencapai kondisi sosial, ekonomi, budaya yang lebih baik. Untuk mengetahui pentingnya komunitas
kompeten dalam pemberdayaan masyarakat.
b.
Komunitas kompeten
sangat berpengaruh dalam pemberdayaan masyarakat
c.
Terdapat 3 dimensi dalam pembangunan masyarakat, diantaranya yaitu
Dimensi Anatomik, Dimensi Fisiologik, dan Dimensi Behavioristik
6.2. Saran
1. Agar tercapai pembangunan masyarakat,
perlu dukungan dari berbagai pihak yang terlibat, supaya ada perencanaan,
pelaksanaan, kontrol, dan juga evaluasi terhadap pelaksanaan program
pembangunan tersebut.
2. Untuk menciptakan komunitas yang sesuai dengan konsep-konsep komunitas kompeten, harus memperhatikan komunitas itu sendiri.
Komunitas yang berkompeten harus mengacu pada piramida prioritas, sasaran
komunitas, dan tidak bergantung kepada bantuan oang lain, dalam artian mandiri
dan bisa memenejemen komunitas itu sendiri dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ilham., Dahniar., Rizkan. 2018.
Industri Rumahan Makanan Khas Provinsi Bengkulu
di Tanjung Agung Kota Bengkulu. Journal of Community Development. Vol 1
(1) : 41-46.
Adi, Rukminto Isbandi, 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan
Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo
Adi,
Rukminto Isbandi. 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai
Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Admi.
2010. Dampak Pengeluaran Pemerintah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Jawa
Timur. Jurnal Elektronik. diakses
pada tanggal 3 Oktober 2016.
Andri Wirawan. 2010. Pengembangan Pembelajaran
Inkuiri Sosial Pada MateriInteraksi Sosial Mata Pelajaran Sosiologi. Jurnal Komunitas, 2 (2) : 164 173.
Anwar, Hairul. 2013. Konformalitas Dalam
Kelompok Teman Sebaya (Studi Kasus Dua Kelompok Punk Di Kota Makassar).
Skripsi. Universitas Hasanudin. Makassar.
Anwas,
Oos M, 2013, Pemberdayaan Masyarakat di Era Global, Bandung : Alfa Beta.
Ardika,
Gede Tusan. 2011. Konsep Dasar Otonomi Daerah Dalam Reformasi. Ganesha Swara.
5 (1) : 113-121.
Arifianto,
S. 2011. Komunikasi Pembangunan dan
Perubahan Sosial. Puslitbang Aptika.
Asariansyah
M F, Choirul S, Stefanus P R. 2013. Partisipasi Masyarakat Dalam Pemerataan
Pembangunan Infrastruktur Jalan (Studi Kasus Di Kecamatan Lawang Kabupaten
Malang).
Jurnal Administrasi Publik (Jap), 1 (6) : 1141-1150.
Astuti, Ambar., Awang, San Afri., Himmah,
Bariatul., Novenanto, Antonius., Septiana, Ratih Madya., Solehudin., Widayanti,
Wahyu Tri. 2008. Panduan Pemberdayaan
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).Jakarta : Harapan Prima.
Aswanah,
Y. K., Efani, A., & Tjahjono, A. 2013. Evaluasi Terhadap Implementasi
Program Pengembangan Kawasan Minapolitan Perikanan Tangkap Di Pelabuhan
Perikanan Nusantara (Ppn) Brondong Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Jurnal Ecsofim. 1 (1): 97-108.
Azis Muslim. 2009. Metodologi Pengembangan Masyarakat. Penerbit Teras: Yogyakarta
Broom,
C. C. 2006. Effective Public Relations. Prenada Media. Jakarta.
Byadgi,
S. (2011). Conflict Management and Marital Satisfaction Among Dual Earning
Couple. Thesis. Dharwad: College of Rural Home Science University of
Agricultural Science.
Deviyanti,
D. 2013.Studi Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Di Kelurahan
Karang Jati Kecamatan Balikpapan Tengah. eJournal
Administrasi Negara. 1 (2):
380-394.
Elmubarok,
Z. 2008. Membumikan Pendidikan Nilai.
Alfabeta. Bandung.
Fathor,
2010, Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap Pelayanan Publik BRSUD
Kabupaten Bangkalan Madura. Jurnal Studi
Manajemen. 4 (1).
Felicia,
Mita. 2013. Makna Pembangunan Masyarakat.
Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Fredian.
2011. Artikel Pengertian Koperasi Konsep Nilai. Diakses pada tanggal 10 Oktober
2018.
Hanip, Fitra. 2013. Sosiologi. P.T Raja Grafindo Persada:
Jakarta.
Harry,
Hikmat. 2013. Strategi Pemberdayaan
Masyarakat. Bandung : Humaniora.
Hendra Oktiana Sari. 2014. Interaksi Sosial Antar Anggota
Pesantren Darussa’Adah Dengan Masyarakat Sekitar Di Desa Pinang BanjarKecamatan
Sungai Lilim Kabupaten Musi Banyuasin.Jurnal Skripsi. Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya.
Hendri,
Jhon. 2009. Teknik Pengumpulan Data Primer. Universitas Gunadarma. Depok
Henselin,
James M. 2008. Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi. Erlangga. Jakarta.
Hidayat,
S. 2008. Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Dalam Perspektif State-Society
Relation. Jurnal Politik, 1 (1) : 20.
Huraerah,
Abu. 2008. Pengorganisasian dan
Pengembangan Masyarakat; Model dan Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan.
Bandung: Humaniora.
Ibrahim,
Surotinojo. 2009. Partisipasi Masyarakat dalam Program Sanitasi Oleh Masyarakat (Sanimas) di Desa Bajo Kecamatan
Tilamuta Kabupaten Boalemo Gorontalo.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Ika Fatmawaty Faridah. 2013. Toleransi Antar Umat Beragama
MasyarakaPerumahan. Jurnal Komunitas, 5 (1) : 14-25.
Ikhsan,
A.M. 2017. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Pelaksanaan Pemerintahan Desa (Studi Desa
Pesse, Kecamatan Donri- Donri, Kabupaten
Soppeng) (skripsi). Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin : Makassar
Indah, Puji L. (2013). Interaksi Sosial
Komunitas Samin dengan Masyarakat Sekitar. Jurnal Komunitas, 5 (1) : 74-86.
Irawati,
Dewi., Hamzah, Abubakar., dan Syechalad, M.Nur. 2013. Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Perkotaan (Pnpm- Mp)
Terhadap Peningkatan Pendapatan Masyarakat Miskin Di Kota Banda Aceh. Jurnal Ilmu Ekonomi Pascasarjana
Universitas Syah Kuala. 3 (1).
Isbandi,
R. A. 2008. Perencanaan Partisipatoris
Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran Menuju Penerapan. FISIP IU Press.
Depok.
Isbandi, Rukminto Adi. 2008. Perencanaan
Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran Menuju Penerapan.
Depok: Universitas Indonesia Press.
Ismawati,
Esti. 2012. Ilmu Sosial Budaya Dasar.
Yogyakarta: Ombak
Janice, Astrella. 2015. Studi Tentang Pelaksanaan
Tugas Dan Fungsi Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Bpmd) Dalam Pembangunan
Desa Di Desa Tanjung Lapang Kecamatan Malinau Barat Kabupaten Malinau. Ejournal
Ilmu Pemerintahan. 3 (3): 1460-1471.
Janice,
Astrella. 2015. Studi Tentang Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Badan Pemberdayaan
Masyarakat Desa (Bpmd) Dalam Pembangunan Desa Di Desa Tanjung Lapang Kecamatan
Malinau Barat Kabupaten Malinau. Ejournal
Ilmu Pemerintahan. 3 (3):
1460-1471Gulo, W. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.
Jumrana
(2012) Penguatan Dimensi Komunikasi untuk Perubahan Sosial dalam Desain Perencanaan Pembangunan. Jurnal
Komunikasi Stimuli. Edisi III, Jan-Jun.
2012 hal: 1-16
Karimah.
2014. Manajemen Konflik. Makalah.
STIE Ekuitas Bandung. Bandung.
Khhoirunnas,
Dino. 2013. Bentuk-bentuk kerjasama.
Yogyakarta : Universitas gunadharma.
Komalig
FM, Hananto M, Sukana B, Pardosi J. 2008. Faktor Lingkungan yang Dapat
Meningkatkan Resiko Penyakit Lupurs Eritematosus Sistemik. Jurnal Ekologi Kesehatan, 7(2):747-57.
Kumalasari, Reza. 2016. Studi Tentang
Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Perubahan Pekerjaan Dari Petani Menjadi Pemilah
Sampah Industri (Studi Kasus di Desa Bangun Kecamatan Pungging Kabupaten
Mojokerto). Jurnal Mahasiswa Unesa. Vol
1 (1) : 12-25.
Lacey,
Hoda, 2009, How to Resolve Conflict the Workplace
(Mengelola Konflik di Tempat Kerja), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Leis, Yigibalom. (2013). Peran
Interaksi Anggota Keluarga Dalam Upaya Mempertahankan
Harmonisasi Dalam Kehidupan Berkeluarga Di Desa Kumuluk Kecamatan Tiom
Kabupaten Lanny Jaya. Jurnal,
2 (4).
Mangkuprawira, S. & Aida V. H. 2008.
Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Ghalia
Indonesia. Jakarta.
Martono, dkk. (2017). Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Pengembangan Desa Wisata dan Implikasinya Terhadap Ketahanan
Sosial Budaya Wilayah. Jurnal Ketahanan
Nasional, 23 (1) : 1-16.
Metro,
Siwan. 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya
Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Mieta Olivia. 2013. Makna Pembangunan Masyarakat. Artikel diakses pada tanggal 10
Oktober 2018: Bogor.
Mudjiyanto, Bambang. 2009. Metode Etnografi
Dalam Penelitian Komunikasi. Jurnal
Komunikasi Massa, 5 (1) : 79-87.
Mufizar, dkk.
2012. Pembangunan Sosial Masyarakat Perbatasan di Kecamatan Sajingan Besar
Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal
PMIS. Universitas Tanjungpura, Pontianak.
Muspawi, M. 2014. Manajemen Konflik (Upaya
Penyelesaian Konflik Dalam Organisasi). Jurnal
Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora 16 (2) Hal 41. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jambi Persada.Pres.
Nadir,
S. 2013. Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Desa: Menuju Pemberdayaan Masyarakat
Desa. Jurnal Politik Profetik, 1 (1)
: 89.
Nawawi, Juanda. 2012. “Membangun
Kepercayaan dalam Mewujudkan Good Governance”. Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan.
Vol.1(3): 19-29.
Nurcholis,
Hanif. 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan
Desa, cet.XIV, Penerbit Erlangga : Jakarta
Pahlevi, R.,
2017. Kewenangan Pendampingan Desa dalam Rangka Penyelengggaran
Pemerintah Desa. Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Jurnal Ilmiah. Vol (1).
Panggabean, R.
M. Keabsahan Perjanjian dengan Klausul Baku. Jurnal Hukum. Vol 17 (4): 651 – 667.
Peraturan
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Trasmigrasi Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Pendampingan Desa. Persada.
Prasetyo, Eko
P., dkk. 2010. Model Kaji Tindak Pembangunan Partisipatif Untuk Pengentasan
Kemiskinan dan Rawan Pangan Berbasis
Potensi Lokal dan Ekonomi Kreatif. Universitas Negeri Semarang.
Pratiwi, Ni Made Ida. 2018. Strategi Komunikasi
Pemasaran Gus & Yuk Dalam Mempromosikan Situs Peninggalan Kerajaan
Majapahit (Studi di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto). Jurnal Untag. Vol 1 (1) : 1-8.
Pudjiwati, S. 2008. Sosiologi Pedesaan. UGM
Press : Yogyakarta
Pusaka
Indonesia.2008.Implementasi Otonomi Desa
di Sumatera Utara. Pusaka Indonesia : Medan
Ramadevi,
dan Nagurvali shaik. 2012. Evaluating Training and Development Effectivenes a
Measurement Model. Asean Jurnal of
Management research. Vol 2 (1).
Ribawanto, Heru & Sumartono.
(2009). Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Ekonomi Desa. Wacana, 12 (2) , 371.
Risyanti,
R. 2006. Pemberdayaan Masyarakat.
Alqaprint Jatinangor. Bandung. Salamah U
dan Rustiana E. 2010. Meningkatkan Mutu Pelayanan Medik Melalui Koordinasi
Antar Unit dan Profesionalisme Petugas (Studi pada RSU Dr. Slamet - Garut). Jurnal Pembangunan dan Kebijakan Publik.
2 (2): 38-47.
Rustiadi,
Ernan, Sunsun Saefulhakim, Dyah R Panuju. 2009.Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Yayasan Obor
Indonesia : Jakarata
Saparin.
2009. Tata Pemerintahan & Administrasi Pemerintahan Desa, Ghalia
Indonesia : Jakarta
Sari, Riski M. (2015). Studi Tentang
Kelompok Sosial. Jorn FISIP, 2 (1) :
1-13.
Sedarmayanti.
2010. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi dan Kepemimpinan Masa Depan. Refika
Aditama. Bandung.
Sendarmayanti.
2010. ManajemenSumber Daya Manusia:
Rejormasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri. Bandung: Refika Aditama.
Setiadi, Elly dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Setiyanti,
S.W. 2012. Membangun Kerjasama Tim (kelompok). Jurnal STIE Semarang. 4 (3) : 59-65.
Shofiyah.2011.
Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Fungsi Kepala Desa Sebagai Opinion
Leader Di Desa Pewunu Kec. Dolo Barat Kab. Sigi. Jurnal Academica Fisip Untad. 3
(1): 564-575.
Sipahelut,
M. 2010. Analisis Pemberdayaan Masyarakat Nelayan di Kecamatan tobelo Kabupaten
Halmahera Utara. Tesis Sekolah Pasca
Sarjana IPB, Bogor.
Siswadi,
Edi. 2012. Birokrasi Masa Depan menuju Tata Kelola Pemerintahan yang Efektif dan Prima. Mutiara
Press. Bandung.
Sitepu,
P.A., 2010. Negara dan Masyarakat Sipil dalam Perspektif Sejarah Politik
Indonesia. Jurnal Ilmu Politik. 2 (1) : 57.
Soeharto dan Sugiharto, Mulus. 2012. Pelayanan
Publik Aparat Pemerintah Desa Kepuh Kemiri Kecamatan Tulangan Kabupaten
Sidoarjo Terhadap Kepentingan Warga Asli Dan Warga Perumahan.
Soeroso,
A. 2008. Sosiologi 1. Yudhistira : Jakarta.
Soetomo.
2008. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, Penerbit Pustaka Pelajar :
Yogyakarta
Sofyan, A dan Atiqa S. 2011. Persepsi Mahasiswa
Terhadap Kata Toleransi Kehidupan Beragama. Jurnal
Penelitian Humaniora, 12 (2) : 182-200.
Sudewo,
E. 2011. Character Building. Jakarta
: Republika Penerbit.
Sujardi.
2012. Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Refika Aditama. Bandung.
Sukirman. 2009. Pembatasan Kebebasan Berkontak.
Jurnal Yustitia. Vol 9(1): 10-11.
Sulistio,
D. 2012. Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, Dan Belanja Modal Terhadap
Indeks Pembangunan Manusia Di Jawa Tengah Tahun 2006-2009. Economics Development Analysis Journal. 1 (1): 1-15.
Suminar
, S., Christine S. W. dan Hartono. 2011. Strategi Penyusunan Pola Tata
Komunitas Berbasis Partisipasi Masyarakat Bantaran Sungai Winingo. Jurnal Penelitian.Vol 6 (2):16-27.
Tarigan,
Henry G Untur. 2009. Pengkajian Pragmatik. Bandung : Angkasa.
Thaha, Rasyid. 2012. Penataan Kelembagaan Pemerintahan
Daerah. Bandung.
Theresia,
Aprilia dkk. 2014. Pembangunan Berbasis
Masyarakat. Bandung : Alfabeta.
Thoha,
Miftah. 2011. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Rajawali Pers. Jakarta.
Tirtariandi,
Yuli. 2012. Pengaruh Motivasi Kerja Dan Kinerja Aparatur Pemerintah Kecamatan
Terhadap Kualitas Pelayanan Masyarakat ( Studi Di Kantor Kecamatan Jatinangor
Kabupaten Sumedang). Jurnal Ilmiah
Administrasi Publik Dan Pembangunan. 3
(1): 396-407.
Turner, T. 2009. Anthropology and Multiculturalism:
What is Anthropology that Multiculturalists should be Mindful of it. Cultural Anthropology. 8 (4) :
411-429.
Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Widarti, Surati Rini (2008) Penguatan Kelembagaan Masyarakat
dalam Pengentasan Kemiskinan (Studi Peran BKM dalam Pelaksanaan
P2KP dan PNPM di Kelurahan Demangan Kecamatan Gondokusuman Kota
Yogyakarta) Yogyakarta: Tesis Magister Ekonomi Pembangunan Universitas
Gadjah Mada.
Widhiastuti,
H. 2014. Big Five Personality sebagai Prediktor Kreativitas dalam Meningkatkan
Kinerja Anggota Dewan. Jurnal Psikologi. Vol 41 (1): 115-133
Widjaja, Haw. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. P.T Raja Grafindo Persada.
Jakarta: 2011.
Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen
Konflik: Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Salemba Humanika. Jakarta.
Yamin,
M.M. 2009. Manajemen Pembelajaran Kelas:
Strategi Meningkatkan Mutu Pembelajaran. GP Press. Jakarta.
Zamhariri.
2008. Pengembangan Masyarakat Perspektif Pemberdayaan dan Pembangunan
Komunitas. Jurnal Pengembangan Masyarakat
Islam. Vol.4(1)
Zubaedi. 2013. Pengembangan Masyarakat. Kencana Prenada Media Group.
Comments
Post a Comment